Sabtu, 19 Maret 2011

LUPUS SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS

1. Definisi dan Pendahuluan
Sistemik Lupus Eritematosus (Systemic Lupus Erythematous, SLE) adalah suatu penyakit autoimun multi-organ system dimana kerusakan sel jaringan terjadi karena kegagalan atau kehilangan kemampuan sistem imun tubuh untuk membedakan benda asing (antigen) dan jaringan / sel tubuh sendiri sehingga terjadinya zat anti terhadap inti sel dan autoantigen lainnya. Antibodi yang terlibat dikenal sebagai autoantibodi, yang akan bereaksi terhadap antigen sendiri dan akan membentuk sistem imun kompleks. Sistem imun kompleks ini akan terjadi di dalam jaringan tubuh dan akan mengakibatkan inflamasi terhadap jaringan dan sel.
Perjalanan penyakitnya sangat beragam, sulit diprediksi, dan manifestasinya tidak khas. Bisa ringan dengan gejala lemah dan fatigue, penurunan berat badan, artritis atau atralgia, miositis, demam, fotosensitif, bercak - bercak di kulit dan serositis. Dapat pula berat, bahkan mengancam nyawa berupa trombositopenia, anemia hemolisis, nefritis, cerebritis, vaskulitis, pneumonitis, dan miokarditis.
Walaupun lupus merupakan penyakit menahun, namun ada masanya dimana aktivitas penyakit minimal bahkan hilang sama sekali (remisi), dan adakalanya aktif (relaps atau flare).


2. Epidemiologi
Penyakit Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) ini lebih kerap ditemui di kalangan kaum wanita usia subur (15-40 tahun). Ini membayangkan bahawa hormon yang terdapat pada wanita memainkan peranan besar, walau bagaimanapun perkaitan antara Sistemik Lupus Erythematosus (SLE) dan hormon wanita masih dalam kajian.


3. Etiologi dan Patogenesis
SLE terjadi karena kerusakan tisu yang disebabkan oleh subset patogenik autoantibodi dan imun kompleks. Patogenesis SLE belum diketahui secara utuh namun demikian banyak fakta yang menunjukkan bahwa patogenesis LES bersifat multifaktorial, meliputi genetik yakni HLA DR2 ( ras Asia/Jepang ) dan HLA DR3 ( ras Kaukasia), neuroendokrin dan lingkungan yang berpengaruh pada respon imun. Penelitian terakhir menunjukkan banyak sekali gen ( lebih dari 100 yang berperan, terutama yang berfungsi mengkode unsur-unsur sistem imun dan apoptosis.

1. Faktor genetik
Berperan penting dalam kepekaan serta manifestasi klinis. Sebagaimana penyakit autoimun lainnya, lupus mempunyai sifat genetik tertentu. Saudara kembar identik penderita lupus mempunyai resiko terkena lupus sebesar 3-10 kali lipat dibanding kembar yang tidak identik. Demikian pula kerabat dekat (ibu, ayah, saudara kandung) lupus mempunyai resiko 8-9 kali lipat untuk terkena lupus berbanding masyarakat pada umumnya. Sekitar 10-20% pasien LES mempunyai keluarga dekat (first degree relative) yang juga menderita LES.

2. Faktor lingkungan
Saudara kembar identik lupus beresiko lebih tinggi, namun tidak semuanya akan mengalami lupus (30-50%). Hal ini menunjukkan adanya peran lingkungan dalam patogenesis lupus pada mereka yang mempunyai kepekaan genetik. Beberapa zat kimia seperti formaldehyde, debu silika, dan zat makanan dikenal pula dapat mencetuskan lupus. Paparan sinar matahari dan lampu fluoresens dapat memperberat bercak kulit yang telah ada, bahkan dapat mencetus flare up.

3. Lupus karena obat
Procainamide, hydralazine, isoniazide, antibiotic sulfa, agen biologik untuk terapi arthritis rheumatoid seperti etanercept, infliximab, dan adalimumab dapat mencetuskan lupus. Biasanya lupus karena obat akan membaik setelah obat yang bersangkutan dihentikan pemberiannya.

4. Pengaruh hormonal
Lupus mangalami perburukan gejala pada masa ovulasi (masa subur) dan membaik pada saat menstruasi. Estrogen diduga berperan namun mekanismenya belum diketahui secara pasti. Dengan demikian, sebaiknya tidak menggunakan metode KB yang mengandung estrogen. Pengaruh kehamilan pada aktivitas penyakit tidak menentu, ada yang meningkat namun ada pula yang menetap.

5. Stress fisik dan psikis dapat mencetuskan penyakit dan menimbulkan kekambuhan.

Gambaran Klinis

1. Gejala konstitusional : demam, malaise, anoreksia, penurunan berat badan.
2. Mukokutaneus : malar rash, discoid rash, rash bentuk lain, fotosensitifitas, ulkus nasal / oral (mulanya tidak nyeri), xerophtlamia dan xerostomia = sicca syndrome / Sjogren syndrome, alopesia (biasanya difusa)
3. Muskuloskeletal : artritis, fibromialgia, atralgia, miositis (diserta peningkatan CPK dan kelemahan otot proksimal), osteoporosis dan osteonekrosis (terutama lupus dengan pengobatan steroid dosis tinggi jangka panjang)
4. Renal / urologi : glomerulonefritis (sesuai dengan staging WHO 0-IV), peradangan tubulointerstitial, sistitis lupus (pada pemberian cyclophosphamide dapat terjadi hemorhagik sistitis)
5. Hematologi : limfopenia (<1500/mm3), leukopenia (<4000/mm3), trombositopenia (<100000/mm3), anemia hemolisis (Coomb’s test positif), limfadenopati, splenomegali. 6. Neuropsikiatri : nyeri kepala ( refractory migrane like ), kejang-kejang, stroke atau TIA, neuropati perifer, neuropati kranial, mielitis transversal, depresi, gangguan kognitif. 7. Serosa : pleuritis eksudativa, perikarditis eksudativa namunjarang sampai menimbulkan gangguan hemodinamika, peritonitis (ditandai dengan nyeri difus pada abdomen) 8. Vaskular : Fenomena Raynaud’s, vaskulitis, vaskulopati, hipertensi, miokarditis, endokarditis, Libman-Sacks, tromboemboli events (terutama pada lupus dengan antikardiolipin atau antokoagulan lupus positif) 9. Imunologi : Antinuklear antibodi (ANA) dan antibodi lain positif, VDRL false positif, antibodi antikardiolipin, peningkatan kompleks imun dalam serum, konsumsi komplemen ( penurunan C3,C4 atau peningkatan kadar complement split products C4b, C5a, sC5b-9) 10. Lain-lain : Pulmo ( perdarahan paru, hipertensi pulmonal, pneumonitis interstitial ), okular (cytoid bodies), gastrointestinal ( lupoid hepatitis, pankreatitis ) PATOGENESIS Tidak semestinya semua gejala-gejala ini berlaku di kalangan penderita Sistemik Lupus Erythematosus (SLE) pada satu-satu masa. Oleh itu penampilan penyakit ini boleh berbeda antara satu pasien dengan yang lain tergantung kepada gabungan (kombinasi) organ dan gejala-gejala yang terlibat. Walaupun lupus dapat menyerang jaringan tubuh manapun, namun sebagian besar dari Odapus (Orang dengan Lupus) akan mengalami gejala tersebut di beberapa organ saja. Tabel di bawah ini menunjukkan daftar dari gejala yang umumnya diderita oleh Odapus serta persentase dari Odapus yang mengalami gejala tersebut. § Sakit pada sendi (arthralgia) : 95% § Demam hampir mencapai 38 derajat Celcius. 90% § Bengkak pada sendi (Arthritis) 90% § Lelah yang berkepanjangan 81% § Ruam pada kulit 74% § Anemia 71% § Ganguan ginjal 50% § Sakit di dada saat tarik nafas dalam (pleurisy) 45% § Ruam bentuk kupu-kupu melintang pada pipi dan hidung 42% § Sensitif pada matahari/sinar (photosensitivity) 30% § Rambut rontok 27% § Ganguan abnormal cloting darah 20% § Fenomena Raynaud’s (jari menjadi putih dan/atau biru saat dingin) 17% § Stroke 15% § Sariawan 12% Peningkatan enzim hati Vaskulitis mesentrika (dengan atau tanpa infark) Colitis Protein-losing enteropathy Sirrosis billiari primer Bud-chiary syndrome Asites Neurologi Gangguan kognitif Kejang Stroke (TIA) Transverse myelitis Mononeuritis multiplex Neuropati perifer Ensefalopati / koma Kranial neuropati Chorea Pseudotumor cerebri Konstitusional Demam Berat badan turun Fatigue Limfadenopati Muskuloskeletal Poliatralgia / artritis Mialgia, miositis Diagnosis The 1982 Criteria for Classification of Systemic Lupus Erythematosus, updated 1997. 1. Malar rash Fixed erythema, flat or raised, over the malar eminences 2. Discoid rash Erythematous raised patches with adherent keratotic scaling and follicular plugging, atrophic scarring may occur. 3. Photosensitivity Exposure to UV light causes rash 4. Oral ulcers Includes oral and nasopharyngeal, observed by physicians 5. Arthritis Non erosive arthritis involving two or more peripheral joints, characterized by tenderness, swelling or effusions 6. Serositis Pleuritis or pericarditis documented by ECG or rub or evidence of pericardial effusion 7. Renal disorder Proteinuria ≥ 500mg/day or +++ or cellular casts 8. Neurologic disorder Seizures without other cause or psychosis without other cause 9. Hematologic disorder Hemolytic anemia or leukopenia (<4000/mm3) or lymphopenia (<1500/mm3) or thrombocytopenia (<100000/mm3) in the absence of offending drugs. 10. Immunologic disorder Anti dsDNA / anti SM / false positive VDRL 11. Antinuclear antobodies An abnormal titer of ANAs by immunofluoresence or an equivalent assay at any point in time in the absence of drugs known to induce ANAs. Bila ditemukan minimal 4 dari 11 kriteria tersebut, diagnosis SLE dapat ditegakkan dengan spesifisitas 98% dan sensitivitas 97%. Laboratorium § Antinuclear antibodi positif (98%) dengan pola homogen atau rim. § Anti DNA antibodi positif (double stranded or native) – spesifisitas sangat tinggi untuk LES. Ditemukan pada hampir seluruh pasien dengan keterlibatan ginjal (90%) dan pada yang dengan aktivitas penyakitnya berat meski tanpa keterlibatan ginjal (50%). Titernya menggambarkan aktivitas penyakit ; tidak ditemukan pada drug-induced LE. § Antibodi yang menyerang antigen inti sel (extractable nuclear antigens). Terdiri dari nuclear ribonuclear protein (nRNP) dan nuclear nonnucleic acid glycoprotein (Smith antigen –Sm). Anti Sm ini memiliki sensitifitas yang tinggi untuk pasien LES, ditemukan pada 25%-30% pasien LES. § LE sel positif (70-85%) spesifik untuk LES tetapi tidak sesensitif antinuclear antibodi, sel LE dapat ditemukan pada cairan sinovium, plural, dan perikardial. § Ditemukan circulating immune complexs – menggambarkan aktivitas penyakit. § Penurunan kadar komplemen serum (75%)- menggambarkan utilisasi oleh kompleks imun pada penyakit yang sedang aktif. § Peningkatan γ-globulins serum (80%) – menggambarkan peningkatan aktivitas sistem imun. § Rheumatoid faktor dapat positif (20-35%) § False-positif nontreponemal test untuk syphilis (15-20%) § Kadar serum kreatinin harus di periksa secara periodik pada penderita SLE. Kelainan hematologi § Anemia normositik ringan (50-80%) – umumnya tipe penyakit kronis; kadang-kadang terjadi anemia hemolitik autoimmune dengan hasil Coomb’s test direk yang positif. § Leukopenia sedang (<4000/mm3) sebagai akibat dari mekanisme autoimun. § Limfositopenia (<1500/mm3) – akibat mekanisme autoimun, sering menggambarkan aktivitas penyakit. § Thrombocytopenia (<100000/mm3). § Peningkatan fibrin split products, sering ditemukan pada nefritis lupus. § Protein plasma § Penurunan kadar albumin § (50-60%) – menggambarkan penyakit kronis atau kehilangan albumin melalui urin pada sindroma nefrotik dari lupus nefritis. Peningkatan LED dan CRP – menggambarkan aktivitas penyakit Urinalisis Hematuri, sellular cast, dan proteinuria +++ (>500mg/dL) pada lupus nefritis.

Cairan sinovial
Leukopenia (<3000/mm3) ; dengan predominan limfosit, sel LE dan antinuclear antibodi positif.

Cairan spinal
Dapat ditemukan meningitis aseptik.

Biopsi ginjal dan kulit
Pemeriksaan dengan immunofluoresens memperlihatkan deposit immunoglobulin dan komplemen.

Gambaran Patologis
§ Ditemukan kompleks imun dan material fibrinoid pada jaringan tubuh, menyebabkan peradangan pada pembuluh darah, sinovium, dan membran serosa.
§ Dapat ditemukan berbagai macam autoantibodi; sel LE, ANA positif, anti ds-DNA, anti Ro dan peningkatan LED, anemia heolitik, leukopenia, trombositopenia dan lain-lain.

Gambaran Radiologis
§ Subluksasi, dislokasi, dan deviasi ulnar, osteoporosis, osteonekrosis ( hips, bahu, lutut, tangan dan kaki), atropi jaringan lunak dan pengapuran sendi.
§ Tangan : deviasi ulanr, boutonniere , swan neck deformities, osteoporosis, fraktur spontan.
§ Spine : instabilitas etlantoaxial, compression fractures
§ Thoraks : efusi pleura dan penebalan pleura, kardiomegali, efusi perikardial.

Derajat Berat Ringannya SLE
Ringan
Berat
1. Diagnosis SLE telah ditegakkan/sangat dicurigai
2. Secara klinis tenang
3. Tidak terdapat tanda atau gejal yg mengancam jiwa
4. Fungsi organ normal atau stabil, yaitu: ginjal, paru, jantung, GI, SSP, sendi, hematologi dan kulit
5. Tidak ditemukan tanda efek samping/ toksisitas pengobatan

• Jantung: endokarditis Libman-Sacks, vaskulitis arteri koronaria, miokarditis, tamponade jantung, hipertensi maligna
• Paru-paru: hipertensi pulmonal, perdarahn paru, pneumonitis, emboli paru, infark paru, fibrosis interstisial.
• GI: pankreatitis, vaskulitis mesenterika
• Ginjal: nefritis persisten, RPGN, sindroma nefrotik
• Kulit: vaskulitis, ruam difus disertai ulkus atau melepuh (blister)
• Neurologi: kejang
• Otot : miositis
• Hematologi
• Konstitusional: demam tinggi yg persisten tanpa bukti infeksi

Skema Pengobatan Lupus
Penatalaksanaan Saat ini, belum ada penyembuhan untuk lupus dan penatalaksanaan lupus tidaklah mudah. Akan tetapi, diagnosa yang dini serta penanganan secara medis yang tepat akan dapat secara signifikan membantu untuk mengontrol penyakit ini. Pada umumnya penderita yang mengalami penyakit yang berat misalnya mengenai ginjal atau susunan saraf pusat, cenderung untuk persisten berat. Pasien yang penyakitnya ringan, biasanya akan tetap ringan, namun kalau kita lengah dapat berkembang menjadi berat. Gejala-gejala yang muncul sering kali berbeda antara Odapus yang satu dengan yang lainnya sehingga penangananya pun akan berdasarkan indikasi yang spesifik pada setiap Odapus.
Tujuan:
Meningkatkan survival dan kualitas hidup pasien SLE melalui pengenalan dini dan pengobatan yang paripurna.
Tujuan khusus:
a. Mendapatkan masa remisi yang panjang
b. Menurunkan aktifitas penyakit seringan mungkin
c. Mengurangi rasa nyeri dan memelihara fungsi organ agar aktifitas hidup keseharian tetap baik

Namun, terdapat beberapa panduan umum yang dapat di berikan disini:

Penilaian aktifitas penyakit
Penilaian aktifitas penyakit dilakukan secara klinis dan laboratoris. Kelelahan, demam, atau gangguan mood dapat merupakan tanda flare up, demikian pula manifestasi lainnya seperti rash atau artritis. Kalau secara klinis dicurigai penglibatan organ, harus dikonfirmasikan dengan pemeriksaan lab yang sesuai.
Pilar Pengobatan Lupus
1. Edukasi dan konseling
2. Latihan/program rehabilitasi
3. Pengobatan medikamentosa

1. Edukasi dan dukungan keluarga dan perhimpunan penderita Lupus.

Yayasan Lupus Indonesia (YLI): YLI memberikan edukasi dan dukungan kepada para Odapus & keluarga. Tersedia informasi mengenai kelompok support, buku & brosur Lupus, media komunikasi, dan artikel mengenai Lupus.
Butir-butir edukasi terhadap pasien SLE
Penjelasan tentang apa itu lupus dan penyebabnya
Tipe dari penyakit SLE dan perangai dari masing-masing tipe tersebut
Masalah yang terkait dengan fisik: kegunaan latihan terutama yang terkait dengan pemakaian steroid seperti osteoporosis, istirahat, pemakaian alat bantu maupun diet, mengatasi infeksi secepatnya maupun pemakaian kontrasepsi
Pengenalan masalah aspek psikologis: bagaimana pemahaman dri pasien SLE, mengatasi rasa lelah, stres emosional, trauma psikis, masalah terkait dengan keluarga atau tempat kerja dan pekerjaan itu sendiri, mengatasi rasa nyeri.
Pemakaian obat mencakup jenis, dosis, lama pemberian dan sebagainya.
Dimana pasien dapat memperoleh informasi tentang SLE ini, adakah kelompok pendukung, yayasan yang bergerak dalam pemasyarakatan SLE dan sebagainya





2. Latihan/program rehabilitasi dan terapi non farmakologis

§ Cukup istirahat, hindari kelelahan.
Mengatasi kelelahan: Lelah adalah masalah yang dapat mempengaruhi kehidupan sehari-hari. Kita harus belajar untuk menyelingi kegiatan kita dengan istirahat. Berdiam diri di tempat tidur dapat membuat kita lemah, tapi kegiatan yang berlebihan dapat membuat Lupus menjadi aktif kembali.
§ Menggunakan tabir surya SPF 30%, baju yang lebih tertutup, memakai topi atau payung jika bepergian atau berada di tempat terbuka.
§ Makan sehat dan seimbang: Tidak ada “diet lupus." Odapus harus makan makanan yang seimbang yang rendah lemak , gula & garam, tinggi serat. Yang sedang meminum kortikosteroid harus mengurangi gula, garam & lemak. Kalau diketahui ada jenis makanan tertentu yang membuat penderita merasa lemah atau mengakibatkan aktifnya Lupus, maka harus menjauhinya.
§ Hangati pada saat sakit: Lembab yang hangat lebih baik pada sendi yang sakit dari pada hangat yang kering. Berendam di tub, jacuzzi atau mandi dengan air hangat akan membantu sendi menjadi lebih baik. Penggunaan es atau kompres dingin adalah 36 jam dari saat sakit.
§ Olahraga: Berjalan, perenggangan, berenang, aerobik low impact & bersepeda dapat membantu penderita tetap kuat & mencegah penipisan tulang/osteoporosis. Ingat untuk diselingi dengan istirahat. Hati-hati untuk olahraga angkat beban atau olahraga high impact karena dapat membuat Lupus lebih parah. Kalau dirasakan letih sekali atau tidak enak lebih dari 2 jam setelah olahraga, maka sesi olahraga tersebut harus dikurangi menjadi lebih singkat.
§ Tidak merokok: Asap rokok mengandung bahan kimia, yang dapat mengakibatkan munculnya cutaneous lupus. Dapat mengakibatkan gejala penyakit Raynaud's memburuk karena akibat aliran darah, dan dapat mengakibatkan gangguan perut dari pengobatan pada Odapus yang menggunakan tembakau.

3. Terapi farmakologik

Odopus yang stabil (dalam remisi), harus kontrol teratur setiap 3 bulan meliputi pemeriksaan fisik, dan laboratorium (hematologi, kimia darah dan urinalisis). Odopus sebaiknya mendapatkan terapi preventif dengan vaksin influenza dan pneumonia setiap 5 tahun. Setiap pasien yang akan mendapat steroid harus diperiksa BMD DEXA sebelum dimulai terapi. Adanya resiko accelerated atherosclerosis, menghendaki agar dilakukan test skrining resiko kardiovaskuler dan diberikan penyuluhan mengenai modofikasi gaya hidup.
Odapus harus diingatkan agar menghindari pemakaian antibiotika sulfanamide, echinacea (obat flu alternatif yang berupa stimulan sistem imun), karena dapat menimbulkan flare up. Kontrasepsi oral dan terapi sulih estrogen kontraindikasi pada odopus yang mempunyai antiphospholipid antibodies.
Obat-obat yang dipakai pada lupus adalah seperti berikut:

i. Prednison / Prednisolon atau Metilprednisolon:
0.4mg/kgBB/hari untuk kasus sedang, 1-2mg/kgBB/hari untuk kasus yang berat lalu tappering off. Untuk kebanyakan kasus dosis induksi ini cukup 4-6 minggu, namun untuk yang mengenai ginjal, minimal induksi remisi tercapai setelah lebih dari 6 minggu. Pada life threatening lupus (trombositopenia, CNS lupus nefritis, serositis berat) biasanya diberikan Pulse therapy intravena dengan dosis 15-30mg/kgBB atau 500-1000mg/hari selama 3-5 hari.
ii. Methotrexate dan leflunaomide dengan dosis seperti pada artritis reumatoid diberikan pada kasus artritis erosif / sinovitis berat.
iii. Cyclophosphamide : Induksi 1-3mg/kgBB/hari. Untuk maintainence : 0.5 – 2mg/kgBB/hari. Pada nefritis lupus berat dan CNS lupus bisa diberikan pulse therapy dengan dosis 600-1000mg sebulan sekali bersamaan dengan pulse steroid therapy. Interval kemudian diperpanjang menjadi setiap 6 minggu sampai setiap 3 bulan.
iv. Chloroquin : 250mg/hari atau hydroxychloroquine 200-400mg/hari untuk odopus ’hanya’ mengalami gangguan kulit dan muskuloskeletal. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa chloroquine juga memperbaiki prognosis penderita nefritis lupus, dan dapat memperbaiki profil lipid yang terganggu akibat steroid.
v. Azathioprin : 1.5mg/kgBB diberikan untuk nefritis lupus dan aman pada penderita lupus yang hamil. Bisanya diberikan steoid sparing agen, untuk mengurangi pemakaian steroid dosis tinggi.
vi. Cyclosporine : 2-3mg/kgBB
vii. Mycophenolate : Mofetil 500-1500mg/hari atau mycophenolate sodium 360 – 1080mg/hari. Berfungsi sebagai induksi remisi atau maintainence (dengan dosis yang lebih kecil) setelah pulse therapy cyclophosphamide.
viii. Intravena gamma-globulin : 400mg/kgBB/hari bersamaan dengan pulse steroid pada kasus trombositopenia yang life threatening diberikan selama 5 hari, jika tidak berespons dapat dinaikkan sampai 1000mg/kg/hari.

Pengobatan SLE Ringan
a. Edukasi
Pasien diberikan harapan yg realistik sesuai keadaannya, hindari paparan UV berlebihan, hindari kelelahan, berikan pengetahuan akan gejala dan kekambuhan, anjurkan agar pasien mematuhi jenis pengobatan dan melakukan konsultasi teratur

b. Obat-obatan
- Penghilang nyeri sprt parasetamol 3 x 500 mg, bila diperlukan
- OAINS sesuai panduan diagnosis dan pengelolaan nyeri dan inflamasi
- Glukokortikoid topikal untuk mengatasi ruam (gunakan preparat dengan potensi ringan).
Glukokortikoid oral dosis maintenance
ES: infeksi (jamur, TB), osteoporosis
- Khlorokuin basa 4 mg/kg BB/hari dengan catatan periksa mata tiap tahun bila pemakaian lebih dari 6 bulan
- Kortikosteroid dosis rendah < 10 mg/hari prednison atau yang setara.
c. Tabir surya
Gunakan tabir surya topikal dengan minimum sun protection factor 15 (SPF 15)
d. Istirahat
Terutama bila pasien mulai merasakan gejala kekambuhan
Pengobatan SLE Berat atau Mengancam Nyawa
Pilar pengobatan selain obat-obatan sama seperti pd SLE ringan. Obat-obatan yang diperlukan:
a. Glukokortikoid dosis tinggi
- Serosistis yang refrakter : 20 mg / hari prednison
- Lupus nefritis, serebritis atau trombositopenia : 40-60 mg/hari (1 mg/kgBB) prednison atau pemberian metilprednisolon IV sampai 1 g/hari selama 3 hari berturut-turut. Selanjutnya diberikan secara oral.
b. Obat imunosupresan atau sitotoksik
Yang biasa digunakan pada SLE: azatrioprin, siklofosfamid, metotreksat, khlorambusil, siklosporin, dan nitrogen mustard. Pilihan obat ini tergantung dari berat ringannya penyakit serta organ yg terlibat, misal:
Lupus nefritis: siklofosfamid (oral/IV), azatrioprin, atau mycophenolate mofetyl
Artritis berat : metotreksat (MTX)
Pada keadaan tertentu seperti lupus nefritis, lupus serebritis, perdarahan paru atau sitopenia, seringkali diberikan gabungan antara glukokortikoid dan imunosupresan/sitotoksik karena memberikan hasil pengobatan yang lebih baik.
Transplantasi ginjal pada penderita yang mengalami ESRD. Transplantasi stem sel dilakukan di institusi tertentu dan belum menjadi pengobatan baku.Hemodialisis dilakukan pada odopus yang mengalami ESRD. Plasmapheresis dilakukan bila dengan pengobatan medikamentosa yang adekwat tidak dicapai hasil yang memuaskan. Biasanya dilakukan pada kasus nefritis atau CNS lupus yang berat. Splenektomi pada kasus trombositopenia yang refrakter dengan obat-obat

Pemantauan Pengobatan
a. Anamnesis
Demam, penurunan BB, kelelahan, rambut rontok meningkat, nyeri dada pleuritik, nyeri dan bengkak sendi
b. Fisik
Pembengkakan sendi, ruam, diskoid, alopesia, ulkus membran mukosa, vaskulitis, fundus, edema
c. Penunjang:
Hematologi, analisis urin, serologi, radiologi dan kimia darah
Cat: pada pusat2 dengan fasilitas laboratorium maupun penunjang lain yg tersedia diperlukan pemeriksaan kadar komplemen C3 dan C4 maupun titer anti-ds-DNA
Tugas utama sebagai dokter umum di perifer/pusat pelayanan primer
1. Waspada terhadap kemungkinan penyakit SLE ini diantara pasien yang dirawatnya dan melakukan rujukan diagnosis
2. Melakukan tata laksana serta pemantauan penyakit SLE ringan dan kondisinya stabil (pasien SLE tanpa keterlibatan organ vital dan atau terdapat morbiditas)
3. Mengetahui saat tepat untuk melakukan rujukan ke ahli reumatik pada kasus SLE
4. Melakukan kerjasama dalam pengobatan dan pemantauan aktifitas penyakit pasien SLE derajat berat
DAMPAK SOSIAL SLE
— Depression
— Aktifitas fisik terganggu
— Hubungan sosial terganggu
— Hubungan seksual terganggu
— Problem kehamilan
— Pelayanan medis rutin
— Penolakan asuransi kesehatan
— Kepercayaan diri menurun
— Masalah pekerjaan
— Masa depan yang suram
PROGNOSIS
§ Masa hidup 10 tahun: 70%
§ Lebih rendah pada
ú Bukan ras kulit
ú Sosioekonomi rendah
ú Keterlibatan ginjal otak, paru, jantung yang parah.
ú Kebanyakan pasien meninggal karena infeksi dan gagal ginjal.
ú 80-90% orang tanpa gangguan organ yang mengancam jiwa dapat hidup normal jika mereka:
§ Tergantung kepada kepatuhan pasien terhadap instruksi dokter
§ Tergantung kepada kepatuhan membeli dan meminum obat-obatan yang diresepkan
§ Tergantung kepada kecepatan dan ketepatan mencari pertolongan kesehatan jika diperlukan.






TINJAUAN PUSTAKA

Eugene Braunwald, Anthony S. Fauci, Dennis L. Kasper, Stephen Hauser, Dan L. Longo, J. Larry Jameson. Harrison’s Principles of Internal Medicine. Edisi ke 15. Mc.Graw Hill. New York, 2001 : 1922 - 1927

Rahmat Gunadi, Sumartini Dewi, Laniyati Hamijoyo, Riardi Pramudiyo. Diagnosis dan Terapi Penyakit Reumatik Cetakan ke 1. Sagung Seto. Jakarta, 2006 : 21 – 35

Aru W.Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K, Siti Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2006 : 677 – 679.
http://www.lupusindonesia.org

http://www.fkui.org tiki-index.php lupus erythematosus

http://www.geocities.com/alam_penyakit/PenyakitSistemikLupusErythematosus.htm

By : Ardian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar